Selasa, 11 Desember 2018

GAYA BAHASA DALAM NASKAH DRAMA DUNIA SEOLAH-OLAH KARYA YOYO C. DURACHMAN (KAJIAN STILISTIKA)




1. Profil Penulis
Yoyo C. Durachman adalah staf pengajar dan aktifis drama yang lahir di Bandung, 21 September 1954. Ia adalah lulusan dari STSI Surakarta dengan gelarnya sebagai Sarjana Seni. Tidak kurang dari 30 pementasan telah dilakukan dengan kapasitas sebagai sutradara, pemain, penata pentas, konsultan dan pimpinan produksi. Dunia Seolah-olah adalah naskah drama yang ia tulis dan dibukukan bersama naskah drama lain milik Joko Kurnain, Benny Johanes, Adang Ismet, Arthur S. Nalan, dan Harris Sukristian.

2. Sinopsis
            Naskah drama Dunia Seolah-olah menceritakan penderitaan pejabat yang tengah menjalani kurungan penjara karena ketamakannya. Tokoh-tokohnya tidak diberi nama secara jelas, hanya jenis kelamin yang membedakannya. Tokoh Laki-laki I adalah gambaran pejabat yang KKN. Sedangkan Laki-laki II adalah orang yang membuat Laki-laki I menjadi orang terhormat, berkuasa, berpengaruh, kaya raya, tetapi sekaligus terpuruk, dihujat dan dianggap sampah. Keduanya berada dalam penderitaan batin karena merasa berdosa terhadap kemanusiaan. Laki-laki I merasa bahwa Laki-laki II telah memperdayainya, menyiksa dan merekayasa semua sehingga ia berhasrat ingin membunuhnya. Ia merasa bosan, menderita, dan terhina. Demikian juga yang dirasakan oleh Laki-laki II, ia merasa usahanya selama ini untuk membuat Laki-laki I berkuasa, kaya raya, menjadi orang terhormat tidak dihargai. Sebenarnya mereka sadar bahwa mereka adalah orang-orang yang serakah sehingga mereka terperosok dalam lubang ketidakberadaban.
Penderitaan Laki-laki I dalam penjara dicoba untuk diatasi dengan adanya adegan Perempuan I sebagai Ibu yang mengajaknya kembali ke masa kanak-kanak. Juga dengan kembalinya masa-masa bahagia dengan wanitanya yaitu Perempuan II. Namun, ia sadar kalau ia benci dangan perempuan II karena telah ikut andil membuatnya menjadi pesakitan.
Akhirnya, Laki-laki I menyerah dengan keadaan, ingin gantung diri saja agar penderitaannya berakhir, tapi talinya terputus. Kehidupan belum berakhir, penderitaan masih diperpanjang. Semakin lama, tubuh mereka semakin ringkih. Mereka mengisi kehidupan dengan keseolah-olahan yang mereka miliki. Capek? Buatlah seolah-olah tidak capek. Haus? Buatlah seolah-olah tidak haus. Jauh? Buatlah seolah-olah dekat. Ahirnya, mereka tidak dapat lagi membuat dunia seolah-olah lagi.
3. Kajian       
Drama berbeda dengan prosa cerita dan puisi karena dimaksudkan untuk di pentaskan. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya mau tidak mau membayangkan jalur peristiwa di atas panggung (Jan van Luxemburg, 1992:158). Drama dibedakan dengan prosa atas dasar pertimbangan cara-cara penulisan naskah dan penampilan isi. Seperti diketahui, drama pada umumnya diawali dengan prolog, pembagian atas babak cerita, dan epilog. Drama disajikan dengan menyebutkan para pelaku dan para pemeran lain pada awal dialog dan cerita (Nyoman Kutha Ratna, 2008: 368). Menurut H. G. Tarigan (1984:74) unsur-unsur drama meliputi alur, penokohan, dialog, dan aneka sarana kesatraan dan kedramaan.
Sebagai drama tulis analisis stilistika drama sama dengan cerpen dan novel. Drama juga terdiri atas cerita, bagaimana plot disusun. Perbedaannya, cerpen dan novel hanya memerlukan proses pembacaan, sedangkan drama harus dipentaskan. Gaya bahasa, baik intensitas pemakaiannya maupun fungsi dan kedudukannya dalam struktur totalitas karya berbeda sesuai dengan genre sastra (Nyoman Kutha Ratna, 2008: 62). Kajian ini hanya akan mengerucut pada gaya bahasa yang digunakan dalam naskah drama Dunia Seolah-olah karya Yoyo C. Durachman.
Gaya bahasa menurut Gorys Keraf (2004) dibedakan ke dalam empat kategori: (i) gaya bahasa berdasarkan pilihan katanya, gaya bahasa dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan; (ii) gaya bahasa berdasarkan nadanya, gaya bahasa dibagi menjadi tiga, yaitu gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah; (iii) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimatnya, gaya bahasa dibagi menjadi lima, yaitu klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi; (iv) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, terdapat gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Berdasarkan pilihan katanya, gaya bahasa pada naskah drama Dunia Seolah-olah masuk dalam gaya bahasa percakapan. Pilihan kata yang digunakan berupa kata-kata populer atau kata-kata percakapan. Kalimat-kalimatnya singkat dan bersifat fragmenter, kalimat-kalimat terdengar seolah-olah tidak terpisahkan oleh perhentian-perhentian final, seakan disambung terus-menerus.
“LAKI-LAKI II            : (MEMOTONG) Pak Dalang, saya bisanya kok banyak banget.
DALANG                    : Itu tandanya kau orang hebat.
LAKI-LAKI II              : Ah, yang benar… hebat apanya? Aku hanya menjadi begundal dia! (MENUNJUK KE LAKI-LAKI I YANG SEDANG TIDUR)
DALANG                    : Di situlah kamu hebatnya. Bersuara tanpa terdengar, hadir tanpa terlihat, bergerak tanpa melabrak ……”
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang dihasilkan adalah bahasa lisan (Gorys Keraf, 2004:121). Berdasarkan nada, penulis mempergunakan ketiga jenis nada. Penulis mempergunakan semua kemungkinan, sesuai keadaan. Pilihan nada juga dapat ditentukan dari masalah yang dikemukakan. Tokoh Laki-laki I dan Laki-laki II cenderung menggunakan gaya sederhana. Tokoh Dalang banyak menggunakan gaya mulia dan bertenaga. Tokoh Perempuan I dan Perempuan II menggunakan gaya menengah.
LAKI-LAKI I   : Dengan apa lagi kita harus mengisi kehidupan yang masih tersisa ini?
LAKI-LAKI II  : Tentu saja dengan keseolah-olahan yang masih kita miliki.
LAKI-LAKI I   : Dengan tubuh kita yang sudah seperti ini, dengan ingatan kita yang sudah pikun, apakah kita masih mampu membuat seolah-olah?
LAKI-LAKI II  : Mampu. Buatlah seolah-olah kita masih hidup.
LAKI-LAKI I   : Tapi kita memang masih hidup.
LAKI-LAKI II  : Tidak. Kita sudah mati. Fikiran kita sudah beku, hati nurani kita sudah sirna, semangat kita sudah musnah.

Nampak pada kutipan dialog antara Laki-laki I dan Laki-laki II menggunakan gaya sederhana. Gaya ini dipakai untuk memberi instruksi atau perintah dari Laki-laki II kepada Laki-laki I untuk membuat dunia seolah-olah mereka.           
DALANG        : Kehidupan belum berakhir, kebebasan belum bisa dilaksanakan, dosa-dosa belum bisa diampunkan, perjalanan masih panjang. Nikmatilah kesepian, nikmatilah kebosanan, nikmatilah keputusasaan…karena kalian pantas untuk mendapatkan…(LAKI-LAKI I DAN II TERJAGA DARI TIDURNYA. MEREKA BEREBUT TEMPAT TIDUR. TEMPAT TIDUR ITU DIBAGI DUA. MEREKAPUN MENERUSKAN TIDURNYA DAN BERMIMPI YANG SEBENAR-BENARNYA MIMPI).
DALANG        : Bangun, bangunlah laki-laki malang mimpimu telah berakhir, perjalananmu masih panjang, mentari siang masih mau menonton kisahmu yang lebih kelam. (LAKI-LAKI I DAN II SERENTAK BANGUN. MEREKA MENDAPATKAN TUBUHNYA SEMAKIN RINGKIH).
Pada kutipan dialog di atas, tokoh Dalang menggunakan gaya mulia dan bertenaga. Hal ini digunakan untuk menggerakkan tokoh-tokoh lain, yaitu Laki-laki I dan Laki-laki II. Dalang dalam naskah drama ini bertugas untuk mengatur jalannya cerita.
PEREMPUAN II   : Kaget ya melihat aku?
LAKI-LAKI I         : Nyi Mas…Nyi Mas Pelepasbirahiwati jungjunganku. Aku dengar kau sudah pergi ke negeri sebrang. Aku dengar kau sudah kawin lagi dengan seorang pemuda di sana.
PEREMPUAN II   : Ya, benar. Tapi aku tetap selalu merindukanmu. Aku kangen dengan suaramu yang merdu itu…
LAKI-LAKI I         : Ah, aku bernyanyi hanya untuk mengalihkan perhatian saja. Bukan untuk menyaingi Broery Pesolima.
PEREMPUAN II   : Aku tidak perduli apa motivasimu menyanyi. Aku tetap terkenang denganmu alunan suaramu yang merdu, dengan candamu, dengan kepolosanmu.
Dari kutipan dialog di atas, gaya menengah dapat dilihat dari nada Perempuan II. Gaya ini diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Perempuan II mencoba membuat suasana hati Laki-laki I menjadi senang. Perempuan II menggunakan kata-kata yang mebuat Laki-laki I menjadi terhibur dan tersanjung.
Berdasarkan struktur kalimatnya, naskah drama Dunia Seolah-olah dijumpai adanya repetisi. Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Gorys Keraf, 2004:127).
LAKI-LAKI I   : Tapi itu slogan-slogan dulu. Kini aku terjepit kedalam dunia tidak bermakna; katanya aku KKN, katanya aku melanggar HAM, katanya aku refresif, katanya aku berlaku tidak demokratis, katanya aku sayang anak dengan mengorbankan rakyat banyak, katanya aku berlagak bagai seorang raja, katanya aku suka menerima suap, katanya aku suka dibantu paranormal, katanya aku ingin melanggengkan kekuasaan, katanya aku tukang membabat hutan, katanya aku harus diseret ke pengadilan, …….tapi katanya ada yang membelaku di luar sana… apa ia….?.......
Repetisi pada kutipan dialog diatas merupakan cara untuk menekankan makna dan kesan emotif. Laki-laki I merasa dirinya banyak yang mencemooh dan membencinya, hingga semua sifat buruk seakan-akan ada pada dirinya.
Berdasarkan langsung tidaknya makna, terdapat gaya bahasa retoris dan kiasan. Gaya bahasa retoris yaitu penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek teretentu (Gorys Keraf, 2004:129). Dalam naskah drama Dunia Seolah-olah dapat dijumpai gaya bahasa retoris berupa apofasis atau preterisio, elipsis, dan hiperbol.

PEREMPUAN I          : Apa maksudmu: “Aku tidak akan bisa jadi begini?” Kau telah begitu sangat berkuasa, kaya raya dan kemudian terpuruk di tempat ini? Itu maksudmu?
……………………………………………………………………………………………………..
LAKI-LAKI I   : Tetapi kau tidak rindu dengan uangku, kan? Empat puluh milyar untuk bekal hidup di negeri seberang sana lebih dari cukup bukan?
Pada kutipan diatas dapat dijumpai apofasis atau preterisio. Penulis mencoba menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Penulis ingin menegaskan bahwa Laki-laki I telah terpuruk, kalah dan dipenjara, tetapi terlebih dahulu disangkal dengan kata berkuasa dan kaya raya. Pada kutipan dialog kedua, Laki-laki I sebenarnya ingin menegaskan bahwa ia telah membekali uang senilai empat puluh milyar. Penulis berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya.
LAKI-LAKI II: (TERTAWA SINIS) Kekebalan sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi semacam ini. Ngomong-ngomong Tuan ingin menu macam apa untuk sarapan pagi ini. Stek la tikus, sambal goreng cecunguk dengan saus rasa kelek atau…
……………….
LAKI-LAKI II: Tapi malah saya diperlakukan tidak manusiawi Pak Dalang. Pak Dalang sendiri kalau dapat peye malah ngajak orang lain. Pak Dalang, saya dipenjara, tidak diberi makan, diputus hubungan dengan dunia luar, tidak boleh tidur dengan istri saya dan……
Kutipan diatas mengandung elipsis. Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku (Gorys Keraf, 2004:132). Dialog pertama dan kedua, di bagian akhir kalimat ada kata-kata yang dihilangkan, tetapi dapat ditafsirkan oleh pembaca. Misalnya, Stek la tikus, sambal goreng cecunguk dengan rasa kelek, atau sate lidah buaya darat; Pak Dalang, saya dipenjara, tidak diberi makan, diputus hubungan dengan dunia luar, tidak boleh tidur dengan istri saya dan tidak bisa bermain dengan anak saya. Penafsiran kata-kata yang dihilangkan ini sangat tergantung dari pembaca atau pendengarnya.
DALANG        : Saya telah mensurveynya. Percayalah, masyarakat seratus persen mendukungmu, mereka berada di belakangmu, bahkan mereka berani mati untukmu.
LAKI-LAKI II: Ya, benar. Masyarakat berada di belakangmu. Kau akan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah bangsa kita sebagai tokoh yang membela kepentingan masyarakat banyak.
Kutipan di atas mengandung hiperbol yaitu gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Gorys Keraf, 2004:135). Dialog tokoh Dalang dan Laki-laki II terlalu melebih-lebihkan. Mereka mencoba menghibur Laki-laki I yang merasa putus asa dengan hidupnya. Mereka menyemangati Laki-laki I dengan mengatakan bahwa banyak orang yang masih mendukungnya.
            Selain gaya bahasa retoris, dalam naskah drama Dunia Seolah-olah juga terdapat gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan yang ada pada naskah drama Dunia Seolah-olah adalah persamaan atau simile, metafora, personifikasi, eponim, ironi, dan sarkasme.
LAKI-LAKI I   : Tetapi kenapa aku melihatmu seperti Ibu?
Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain (Gorys Keraf, 2004:138). Dalam dialog di atas, terdapat kata seperti, yang menandai bahwa kalimat tersebut mengandung persamaan. Laki-laki I menganggap Perempuan II sama seperti Ibu.
LAKI-LAKI I   : Cukup seperti biasa saja. Gulai khayalanmu ditambah sedikit rasa pedas umpatanmu.
LAKI-LAKI II  : Baiklah Tuan, saya akan segera mempersiapkannya. (LAKI-LAKI II MEMPERSIAPKAN SEGALA KEPERLUAN UNTUK SARAPAN PAGI. KEMUDIAN MEREKA MAKAN DENGAN NIKMAT DAN RAKUSNYA. SEMUA MENU MAKANAN YANG TERHIDANG DISANTAPNYA DENGAN LAHAP).
LAKI-LAKI I   I: Sangat nikmat menyantap daging para buruh dan minum keringat petani.
…………………………………………………………………………………………………......
LAKI-LAKI I   : Wuaaaaahhhhh. Boro-boro. Mereka malah rame-rame cuci tangan, menyelamatkan diri, bahkan kini ikut-ikutan menghujatku… sialan…… sompret…… bedebah……
Kutipan dialog di atas mengandung metafora. Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung dalam bentuk yang singkat (Gorys Keraf, 2004:139). Metafor yang digunakan dalam naskah drama ini cukup banyak dibandingkan dengan jenis yang lain. Penulis banyak menggunakan ungkapan-ungkapan metaforis yang harus ditemukan sendiri maknanya oleh para pembaca atau pendengar.
LAKI-LAKI I   : Makanan tadi membuat kita tak berdaya.
……………………………………………………………………………………………………..
LAKI-LAKI II  :Itulah persoalannya. Aku merasa terjebak oleh diriku sendiri. Fikiran-fikiranku telah menghukumku, tindakan-tindakanku telah menghukumku, ambisi-ambisiku telah menghukumku, omongan-omonganku telah menghukumku…
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Gorys Keraf, 2004:140). Pada kutipan dialog pertama, makanan digambarkan memiliki sifat manusia yang membuat tak berdaya. Sedangkan pada dialog kedua fikiran, tindakan, dan omongan yang tak bernyawa digambarkan dapat menghukum seperti manusia.
LAKI-LAKI I   :Ah, aku bernyanyi hanya untuk mengalihkan perhatian saja. Bukan untuk menyaingi Broery Pesolima.
Eponim adalah suatu gaya dimana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu (Gorys Keraf, 2004:141).  Broery Pesolima adalah penyanyi yang memiliki suara merdu dan jernih dan sangat terkenal di era 90-an. Hal ini dapat dihubungkan dengan setting waktu. Naskah drama Dunia Seolah-olah berlatarkan tahun 90-an dimana pada era tersebut banyak pejabat yang melakukan KKN.
LAKI-LAKI II  : (MEMOTONG) Pak Dalang, saya bisanya kok banyak banget.
DALANG        : Itu tandanya kau orang hebat.
Ironi atau sindiran ialah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya (Gorys Keraf, 2004:143) . Rangkaian kata-kata yang dipergunakan mengingkari maksud yang sebenarnya.

LAKI-LAKI I   : Padahal kita Cuma maling ayam dan jemuran milik tetangga.
LAKI-LAKI II  :buatlah seolah-olah kita penjahat politik, pembobol bank dan tokoh subversif.
LAKI-LAKI I   : Woe… hebat! Apakah kita aman disini?
……………………………………………………………………………………………………...
PEREMPUAN I: Diam kau parasit!!!
……………………………………………………………………………………………………...
LAKI-LAKI II  : Jangan percaya kepada apa yang diomongkannya tadi. Itu hanya isyu, hasutan, isapan jempol. Dia seorang provokator. Anda sendiri tahu, penyebar isyu itu orang yang tidak bermoral.
Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Gaya ini akan selalu menyakiti hati dan kurang enak didengar (Gorys Keraf, 2004:143). Kalimat yang mengandung sindiran cukup banyak ditemukan dalam naskah drama ini. Naskah ini merupakan sindiran dari penulis terhadap orang-orang yang melakukan praktik KKN. Namun, sindiran dibungkus dalam balutan kata-kata yang tidak secara langsung, tetapi mengena akan makna yang terkandung di dalamnya. Pilihan kata yang dipakai membawa pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana bahasa bisa dikreasikan dan didayakan sedemikian rupa sehingga membuat komunikasi bahasa menjadi lebih segar dan efektif.

4. Simpulan
Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa penulis menggunakan gaya bahasa yang beragam. Berdasarkan pilihan katanya, naskah drama tersebut menggunakan gaya bahasa percakapan. Berdasarkan nadanya, gaya bahasa yang dipilih menggunakan ketiga jenis gaya yaitu gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah. Berdasarkan struktur kalimatnya, dijumpai repetisi. Berdasarkan langsung tidaknya makna, terdapat gaya bahasa retoris dan kiasan.  Gaya bahasa retoris berupa apofasis atau preterisio, elipsis, dan hiperbol. Gaya bahasa kiasan berupa simile, metafora, personifikasi, eponim, ironi, dan sarkasme.
Beragamnya gaya bahasa yang dipakai penulis bertujuan agar naskah drama dapat mencapai efek estetis. Pendayagunaan gaya bahasa dimaksudkan untuk menegaskan, mengintensifkan, menghidupkan, dan mengonkretkan penuturan.
DAFTAR PUSTAKA

Gorys Keraf. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Luxemburg, Jan van. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukristian, Harris. 2007. Kumpulan Naskah Drama. Bandung: Kelir.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar