Selasa, 11 Desember 2018

WACANA PANDANGAN STRUKTURALIS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada tiga kelompok paradigma linguistik yakni paradigma formalis (strukturalis), paradigma fungsionalis (emergent/interaktif), dan paradigma formalis-fungsionalis (Schiffrin, 2007:24). Paradigma-paradigma linguistik tersebut memiliki asumsi yang berbeda terhadap hakikat bahasa, tujuan linguistik, metode untuk mempelajari bahasa, hakikat data, dan bukti empiris.
Perbedaan paradigma linguistik mempengaruhi definisi terhadap wacana. Definisi wacana paradigma formalis memandang wacana sebagai kalimat-kalimat. Paradigma fungsionalis memandang wacana sebagai penggunaan bahasa. Paradigma strukturalis-fungsionalis berusaha menjembatani kedua paradigma, hubungan antara struktur dan fungsi adalah sebuah persoalan penting yang berhubungan dengan persoalan lain yang penting bagi analisis wacana.
Kajian formal bahasa dibedakan antara substansi isi dan ekspresi. Kajian fungsional harus dimulai dari wacana dan selanjutnya ujaran itu dianalisis atas konstituen-konstituen. Kajian struktur dan fungsi mencoba menghubungkan atau menggabungkan analisis struktur wacana dengan realisasi kebahasaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana pengertian wacana dan ruang lingkupnya?
2.      Siapa saja tokoh aliran struktural?
3.      Apakah ciri-ciri aliran struktural?
4.      Bagaimana kedudukan wacana menurut aliran struktural?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian wacana dan ruang lingkupnya.
2.      Untuk mengetahui tokoh aliran struktural.
3.      Untuk mengetahui ciri-ciri aliran struktural.
4.      Untuk mengetahui kedudukan wacana menurut aliran struktural

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Ruang Lingkup Wacana
Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Douglas dalam Mulyana, 2005:3). Kata wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’. HG Tarigan dalam Mulyana (2005:6) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan kherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
Dalam satuan/hierarki kebahasaaan, kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi.  Hal ini karena wacana sebagai satuan gramatikal dan sekaligus objek kajian linguistik mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi. Tiap kajian wacana akan selalu mengaitkan unsur-unsur satuan kebahasaan yang ada di bawahnya seperti fonem, morfem, frasa, klausa, atau kalimat.

Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin ke atas satuan kebahasaan akan semakin besar (melebar). Artinya, satuan kebahasaan yang ada di bawah akan tercakup dan menjadi bagian dari satuan bahasa yang berbeda di atasnya. Demikian seterusnya, hingga mencapai unit ‘wacana’ sebagai satuan kebahasaan yang paling besar.

B. Teori/Aliran Struktural
Strukturalisme muncul pada tahun 1930 dan sangat berpengaruh pada tahun 1950. Leonard Bloomfield, Frans Boas, dan Edward Sapir adalah nama yang berpengaruh di Amerika. Faham ini berpendapat ucapan itu dapat dianalisis ke dalam unit-unit yang kecil dengan cara menemukan Unsur Bawahan Langsung (Immediate Constituent Analysis). Analisis mereka disebut Distributional Analisis.
Di Eropa aliran struktural dipelopori oleh Ferdinand de Saussure. Dari pemikirannya terbit penelitian secara sinkronis dan diakronis, hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Kemudian diikuti Chomsky, aliran Praha yang dengan meletakan struktur dalam dan struktur luar pada teori struktur bahasa. Kemudian Levi-Strauss yang dikenal sebagai bapak Strukturalisme Perancis, meletakkan dasar antropologi struktural dengan menggunakan oposisi biner sebagai struktur alaminya. Tokoh yang berpengaruh dalam strukturalisme lainnya adalah Jackues Lacan, Roland Barthes, Roman Jakobson, dan Michael Foucault. (Alex Sobur, 2009:103)
Teori struktural berlandaskan pola pemikiran scara behavioristik. Paham behavioristik beranggapan bahwa jiwa seseorang dan hakikat sesuatu hanya bisa dideteksi lewat tingkah laku dan perwujudan lahiriahnya yang tampak. Sejalan dengan itu, aliran struktural mengamati bahasa dan hakikatnya dalam perwujudannya yang konkret sebagai bentuk ujaran (Soeparno, 2002:47).
Ciri-ciri aliran struktural
1.      Berlandaskan pada Paham Behavioristik
Proses bahasa merupakan suatu proses rangsang-tanggap (stimulus-respons).
2.      Bahasa berupa ujaran
Hanya yang berupa ujaran saja yang dapat disebut bahasa.
3.      Bahasa berupa sistem tanda (Signifie dan signifiant)
Bahasa adalah sistem tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional.
4.      Bahasa merupaka faktor kebiasaan (habit)
Ciri ini dipertentangkan dengan ciri teori transformasi yang beranggapan bahwa bahasa bukan faktor kebiasaan melainkan berupa faktor wariasan (innate).
5.      Kegramatikalan berdasarkan keumuman
Bentuk dan struktur bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang sudah umum sajalah yang dinilai sebagai bentuk yang gramatikal.
6.      Level-level gramatikal ditegaskan secara rapi
Secara berturut-turut level atau tataran gramatikal tersebut adalah morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.
7.      Tekanan analisis pada bidang morfologi
Aliran struktural lebih menekankan analisis morfologi. Hal ini tidak berarti bahwa bidang yang lain diabaikan begitu saja.
8.      Bahasa merupakan deretan sintakmatik dan paradigmatik
Deretan sintakmatik adalah suatu deretan unsur secara horisontal. Deretan paradigmatik adalah deretan struktur yang sejenis secara vertikal.
9.      Analisis bahasa secara deskriptif
Analisis bahasa harus didasarkan atas kenyataan yang ada.
10.  Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung
Unsur langsung adalah unsur yang setingkat lebih rendah atau lebih bawah dari struktur tersebut.

C. Wacana Pandangan Strukturalis
Pengertian wacana menurut pakar linguistik Indonesia, tergolong jenis struktural, yakni mengartikan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi lain sehingga membentuk kesatuan. Wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi di atas kalimat dengan koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang jelas, yang disampaikan secara lisan ataupun tulis.
Schiffrin, (2007:25) meninjau ciri-ciri wacana berdasarkan pandangan strukturalis sebagai berikut.
1.      Struktur bahasa (kode) sebagai gramar (tata bahasa)
2.      Penggunaan bahasa hanya pelengkap, mungkin terbatas, mungkin berhubungan dengan apa yang dianalisis sebagai kode; analisis kode mendahului analisis penggunaan.
3.      Fungsi referensial penggunaan secara semantik sebagai norma.
4.      Elemen-elemen dan struktur analitis bersifat arbitrer (menurut pandangan historis atau lintas budaya) atau bersifat semesta (menurut pandangan teoretis).
5.      Kesamaan fungsional (adaptif) dari bahasa-bahasa; semua bahasa pada dasarnya sama.
6.      Satu komunitas dan kode yang homogen (replikasi keseragaman).
7.      Konsep-konsep dasar seperti masyarakat tutur, tindak tutur, penutur yang lancar, fungsi ujaran dan bahasa diterima apa adanya atau dipostulatkan apa adanya.
Cara pandang aliran strukturalis atau formalis terhadap hakikat bahasa menurut Leech dalam Schiffrin, (2007:28) sebagai berikut.
1.      Para formalis cenderung menganggap bahasa sebagai sebuah fenomena mental.
2.      Para formalis menjelaskan kesemestaan bahasa sebagai sesuatu yang berasal dari warisan linguistik genetis yang sama dari spesies manusia.
3.      Para formalis cenderung menjelaskan pemerolehan bahasa anak-anak didasarkan oleh kemampuan alamiah manusia belajar bahasa.
4.      Para formalis mengkaji bahasa sebagai sesuatu yang otonom.
Stubbs dalam Schiffrin, (2007:28) mengemukakan definisi klasik wacana berasal dari asumsi-asumsi formalis yang berpendapat bahwa wacana adalah ‘bahasa diatas kalimat atau di atas klausa’. Secara struktural, analisis wacana menemukan konstituen-konstituen (unit-unit linguistik yang lebih kecil) yang memiliki hubungan tertentu antar-konstituen tersebut dalam sejumlah tatanan yang terbatas. Wacana dilihat sebagai sebuah tingkat struktur yang lebih tinggi daripada unit teks lain.
Z. Harris menyatakan secara jelas bahwa wacana adalah tingkat selanjutnya dalam sebuah hierarki morfem, klausa, dan kalimat. Haris berupaya memperluas ancangan teoretis dan metodologis dari strukturalisme linguistik. Konstituen wacana adalah morfem dan rangkaian morfem (kata-kata, frasa-frasa) yang dapat diidentifikasi melalui “analisis gramatikal” mengenai sebuah kalimat. Selain itu, satu-satunya tipe struktur yang dapat dianalisis adalah yang dapat diteliti melalui pemeriksaan data-data tanpa memperhatikan data-data lain, misalnya para pembicara, konteks, makna.
Sesuai dengan definisi wacana sebagai bahasa di atas kalimat, sebagian analisis struktural terhadap wacana masa sekarang melihat kalimat sebagai unit bagian dari wacana. Pandangan analisis tersebut menjumpai beberapa masalah yang berasal dari ketergantungan definisi dan analisis urut yang lebih kecil dari “kalimat”. Satu masalah yang dapat diamati adalah bahwa unit ujaran seseorang tidak selalu tampak seperti kalimat. Bahasa lisan dipengaruhi oleh unit-unit klosur intonasi dan semantik. Konsekuensi lain dari pandangan ini adalah bahwa analisis struktural tidak dapat membandingkan elemen-elemen konstituen dalam wacana yang dibentuk dengan baik dengan wacana yang tidak dibentuk dengan baik. Analisis wacana tidak hanya mengidentifikasi kalimat-kalimat atau unit-unit bahasa saja, tetapi telah berbicara mengenai struktur tindakan dan struktur pergantian.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.      Wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan kherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Dalam satuan/hierarki kebahasaaan, kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi. 
2.      Tokoh yang berpengaruh dalam aliran strukturalisme antara lain: Leonard Bloomfield, Frans Boas, Edward Sapir, dan Ferdinand de Saussure.
3.      Ciri-ciri aliran struktural: berlandaskan pada paham behavioristik; bahasa berupa ujaran; bahasa berupa sistem tanda (signifie dan signifiant); bahasa merupaka faktor kebiasaan (habit); kegramatikalan berdasarkan keumuman; level-level gramatikal ditegaskan secara rapi; tekanan analisis pada bidang morfologi; bahasa merupakan deretan sintakmatik dan paradigmatik; analisis bahasa secara deskriptif; analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung
4.      Menurut aliran struktural, wacana merupakan organisasi bahasa di atas tataran kalimat atau klausa. Aliran struktural mengalami kesulitan saat menganalisis unit ujaran atau bahasa lisan. Analisis struktural tidak dapat membandingkan elemen-elemen konstituen dalam wacana yang dibentuk dengan baik dengan wacana yang tidak dibentuk dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Lubis, Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Scihiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Soeparna. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar