BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ada tiga kelompok paradigma linguistik yakni
paradigma formalis (strukturalis), paradigma fungsionalis
(emergent/interaktif), dan paradigma formalis-fungsionalis (Schiffrin,
2007:24). Paradigma-paradigma linguistik tersebut memiliki asumsi yang berbeda
terhadap hakikat bahasa, tujuan linguistik, metode untuk mempelajari bahasa, hakikat
data, dan bukti empiris.
Perbedaan paradigma linguistik mempengaruhi definisi
terhadap wacana. Definisi wacana paradigma formalis memandang wacana sebagai
kalimat-kalimat. Paradigma fungsionalis memandang wacana sebagai penggunaan
bahasa. Paradigma strukturalis-fungsionalis berusaha menjembatani kedua
paradigma, hubungan antara struktur dan fungsi adalah sebuah persoalan penting yang
berhubungan dengan persoalan lain yang penting bagi analisis wacana.
Kajian formal bahasa dibedakan antara substansi isi
dan ekspresi. Kajian fungsional harus dimulai dari wacana dan selanjutnya
ujaran itu dianalisis atas konstituen-konstituen. Kajian struktur dan fungsi mencoba
menghubungkan atau menggabungkan analisis struktur wacana dengan realisasi
kebahasaan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana pengertian wacana dan ruang lingkupnya?
2.
Siapa saja tokoh aliran struktural?
3.
Apakah ciri-ciri aliran struktural?
4.
Bagaimana kedudukan wacana menurut
aliran struktural?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah
di atas penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui pengertian wacana dan
ruang lingkupnya.
2.
Untuk mengetahui tokoh aliran
struktural.
3.
Untuk mengetahui ciri-ciri aliran
struktural.
4.
Untuk mengetahui kedudukan wacana
menurut aliran struktural
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dan Ruang Lingkup Wacana
Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta
wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Douglas dalam Mulyana, 2005:3). Kata
wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’. HG Tarigan dalam
Mulyana (2005:6) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling
lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan kherensi
yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis.
Dalam satuan/hierarki kebahasaaan, kedudukan wacana
berada pada posisi paling besar dan paling tinggi. Hal ini karena wacana sebagai satuan
gramatikal dan sekaligus objek kajian linguistik mengandung semua unsur
kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi. Tiap kajian wacana
akan selalu mengaitkan unsur-unsur satuan kebahasaan yang ada di bawahnya
seperti fonem, morfem, frasa, klausa, atau kalimat.
Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin ke atas
satuan kebahasaan akan semakin besar (melebar). Artinya, satuan kebahasaan yang
ada di bawah akan tercakup dan menjadi bagian dari satuan bahasa yang berbeda
di atasnya. Demikian seterusnya, hingga mencapai unit ‘wacana’ sebagai satuan
kebahasaan yang paling besar.
B.
Teori/Aliran Struktural
Strukturalisme muncul pada tahun 1930 dan sangat
berpengaruh pada tahun 1950. Leonard Bloomfield, Frans Boas, dan Edward Sapir
adalah nama yang berpengaruh di Amerika. Faham ini berpendapat ucapan itu dapat
dianalisis ke dalam unit-unit yang kecil dengan cara menemukan Unsur Bawahan
Langsung (Immediate Constituent Analysis).
Analisis mereka disebut Distributional
Analisis.
Di Eropa aliran struktural dipelopori oleh Ferdinand
de Saussure. Dari pemikirannya terbit penelitian secara sinkronis dan
diakronis, hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Kemudian diikuti Chomsky,
aliran Praha yang dengan meletakan struktur dalam dan struktur luar pada teori
struktur bahasa. Kemudian Levi-Strauss yang dikenal sebagai bapak
Strukturalisme Perancis, meletakkan dasar antropologi struktural dengan
menggunakan oposisi biner sebagai struktur alaminya. Tokoh yang berpengaruh
dalam strukturalisme lainnya adalah Jackues Lacan, Roland Barthes, Roman
Jakobson, dan Michael Foucault. (Alex Sobur, 2009:103)
Teori struktural berlandaskan pola pemikiran scara
behavioristik. Paham behavioristik beranggapan bahwa jiwa seseorang dan hakikat
sesuatu hanya bisa dideteksi lewat tingkah laku dan perwujudan lahiriahnya yang
tampak. Sejalan dengan itu, aliran struktural mengamati bahasa dan hakikatnya
dalam perwujudannya yang konkret sebagai bentuk ujaran (Soeparno, 2002:47).
Ciri-ciri aliran
struktural
1.
Berlandaskan pada Paham Behavioristik
Proses
bahasa merupakan suatu proses rangsang-tanggap (stimulus-respons).
2.
Bahasa berupa ujaran
Hanya
yang berupa ujaran saja yang dapat disebut bahasa.
3.
Bahasa berupa sistem tanda (Signifie dan
signifiant)
Bahasa
adalah sistem tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional.
4.
Bahasa merupaka faktor kebiasaan (habit)
Ciri
ini dipertentangkan dengan ciri teori transformasi yang beranggapan bahwa
bahasa bukan faktor kebiasaan melainkan berupa faktor wariasan (innate).
5.
Kegramatikalan berdasarkan keumuman
Bentuk
dan struktur bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang sudah umum sajalah yang
dinilai sebagai bentuk yang gramatikal.
6.
Level-level gramatikal ditegaskan secara
rapi
Secara
berturut-turut level atau tataran gramatikal tersebut adalah morfem, kata,
frasa, klausa, dan kalimat.
7.
Tekanan analisis pada bidang morfologi
Aliran
struktural lebih menekankan analisis morfologi. Hal ini tidak berarti bahwa
bidang yang lain diabaikan begitu saja.
8.
Bahasa merupakan deretan sintakmatik dan
paradigmatik
Deretan
sintakmatik adalah suatu deretan unsur secara horisontal. Deretan paradigmatik
adalah deretan struktur yang sejenis secara vertikal.
9.
Analisis bahasa secara deskriptif
Analisis
bahasa harus didasarkan atas kenyataan yang ada.
10.
Analisis struktur bahasa berdasarkan
unsur langsung
Unsur
langsung adalah unsur yang setingkat lebih rendah atau lebih bawah dari
struktur tersebut.
C.
Wacana Pandangan Strukturalis
Pengertian wacana menurut pakar linguistik
Indonesia, tergolong jenis struktural, yakni mengartikan wacana sebagai
rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi satu dengan
proposisi lain sehingga membentuk kesatuan. Wacana merupakan kesatuan bahasa
terlengkap dan tertinggi di atas kalimat dengan koherensi dan kohesi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang jelas, yang disampaikan
secara lisan ataupun tulis.
Schiffrin, (2007:25) meninjau ciri-ciri wacana
berdasarkan pandangan strukturalis sebagai berikut.
1.
Struktur bahasa (kode) sebagai gramar
(tata bahasa)
2.
Penggunaan bahasa hanya pelengkap,
mungkin terbatas, mungkin berhubungan dengan apa yang dianalisis sebagai kode;
analisis kode mendahului analisis penggunaan.
3.
Fungsi referensial penggunaan secara
semantik sebagai norma.
4.
Elemen-elemen dan struktur analitis
bersifat arbitrer (menurut pandangan historis atau lintas budaya) atau bersifat
semesta (menurut pandangan teoretis).
5.
Kesamaan fungsional (adaptif) dari
bahasa-bahasa; semua bahasa pada dasarnya sama.
6.
Satu komunitas dan kode yang homogen
(replikasi keseragaman).
7.
Konsep-konsep dasar seperti masyarakat
tutur, tindak tutur, penutur yang lancar, fungsi ujaran dan bahasa diterima apa
adanya atau dipostulatkan apa adanya.
Cara pandang aliran strukturalis atau formalis
terhadap hakikat bahasa menurut Leech dalam Schiffrin, (2007:28) sebagai
berikut.
1.
Para formalis cenderung menganggap
bahasa sebagai sebuah fenomena mental.
2.
Para formalis menjelaskan kesemestaan
bahasa sebagai sesuatu yang berasal dari warisan linguistik genetis yang sama
dari spesies manusia.
3.
Para formalis cenderung menjelaskan
pemerolehan bahasa anak-anak didasarkan oleh kemampuan alamiah manusia belajar
bahasa.
4.
Para formalis mengkaji bahasa sebagai
sesuatu yang otonom.
Stubbs dalam
Schiffrin, (2007:28) mengemukakan definisi klasik wacana berasal dari
asumsi-asumsi formalis yang berpendapat bahwa wacana adalah ‘bahasa diatas
kalimat atau di atas klausa’. Secara struktural, analisis wacana menemukan
konstituen-konstituen (unit-unit linguistik yang lebih kecil) yang memiliki
hubungan tertentu antar-konstituen tersebut dalam sejumlah tatanan yang
terbatas. Wacana dilihat sebagai sebuah tingkat struktur yang lebih tinggi
daripada unit teks lain.
Z. Harris
menyatakan secara jelas bahwa wacana adalah tingkat selanjutnya dalam sebuah
hierarki morfem, klausa, dan kalimat. Haris berupaya memperluas ancangan
teoretis dan metodologis dari strukturalisme linguistik. Konstituen wacana
adalah morfem dan rangkaian morfem (kata-kata, frasa-frasa) yang dapat
diidentifikasi melalui “analisis gramatikal” mengenai sebuah kalimat. Selain
itu, satu-satunya tipe struktur yang dapat dianalisis adalah yang dapat
diteliti melalui pemeriksaan data-data tanpa memperhatikan data-data lain,
misalnya para pembicara, konteks, makna.
Sesuai dengan definisi
wacana sebagai bahasa di atas kalimat, sebagian analisis struktural terhadap
wacana masa sekarang melihat kalimat sebagai unit bagian dari wacana. Pandangan
analisis tersebut menjumpai beberapa masalah yang berasal dari ketergantungan
definisi dan analisis urut yang lebih kecil dari “kalimat”. Satu masalah yang
dapat diamati adalah bahwa unit ujaran seseorang tidak selalu tampak seperti
kalimat. Bahasa lisan dipengaruhi oleh unit-unit klosur intonasi dan semantik.
Konsekuensi lain dari pandangan ini adalah bahwa analisis struktural tidak
dapat membandingkan elemen-elemen konstituen dalam wacana yang dibentuk dengan
baik dengan wacana yang tidak dibentuk dengan baik. Analisis wacana tidak hanya
mengidentifikasi kalimat-kalimat atau unit-unit bahasa saja, tetapi telah
berbicara mengenai struktur tindakan dan struktur pergantian.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.
Wacana adalah satuan bahasa yang paling
lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan kherensi
yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis. Dalam satuan/hierarki kebahasaaan,
kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi.
2.
Tokoh yang berpengaruh dalam aliran
strukturalisme antara lain: Leonard Bloomfield, Frans Boas, Edward Sapir, dan
Ferdinand de Saussure.
3.
Ciri-ciri aliran struktural: berlandaskan
pada paham behavioristik; bahasa berupa ujaran; bahasa berupa sistem tanda
(signifie dan signifiant); bahasa merupaka faktor kebiasaan (habit);
kegramatikalan berdasarkan keumuman; level-level gramatikal ditegaskan secara
rapi; tekanan analisis pada bidang morfologi; bahasa merupakan deretan
sintakmatik dan paradigmatik; analisis bahasa secara deskriptif; analisis
struktur bahasa berdasarkan unsur langsung
4.
Menurut aliran struktural, wacana
merupakan organisasi bahasa di atas tataran kalimat atau klausa. Aliran
struktural mengalami kesulitan saat menganalisis unit ujaran atau bahasa lisan.
Analisis struktural tidak dapat membandingkan elemen-elemen konstituen dalam
wacana yang dibentuk dengan baik dengan wacana yang tidak dibentuk dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Lubis,
Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik.
Bandung: Angkasa.
Mulyana.
2005. Kajian Wacana. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Scihiffrin,
Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sobur,
Alex. 2009. Analisis Teks Media.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Soeparna.
2002. Dasar-dasar Linguistik Umum.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar