Selasa, 11 Desember 2018

Kajian Semiotik pada Cerpen Cerita Kedasih Karya R. Giryadi



Cerita Kedasih adalah cerpen karya R Giryadi yang mengisahkan seorang ibu bernama Kedasih dengan anak perempuannya bernama Mimin. Cerpen ini sangat menarik. Diceritakan Kedasih dan Mimin hidup menderita di rumah mewah Tuan dan Nyonyanya. Setiap hari, Kedasih dan Mimin bekerja mengurus dan melayani Tuan, Nyonya, dan anak-anaknya. Kedasih selalu mangalami pelecehan seksual dan penyiksaan fisik oleh Tuannya ketika Nyonya pergi. Di balik kehidupan mereka yang menderita, mereka adalah ibu dan anak yang saling menyayangi. Kedasih sering bercerita tentang burung-burung yang hidup bebas untuk menghibur Mimin yang hidup terkurung jauh dari kehidupan luar.
Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti  (Pradopo, 2013: 142). Lebih jauh, Pradopo (2013: 120) menjelaskan ada tiga jenis tanda berdasarkan hubungan antara penanda dan pertandanya, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausa/ (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semau-maunya).
Untuk dapat memahami ketiga tanda semiotik tersebut, harus dilakukan pembacaan secara heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya (Pradopo, 2013: 142).
“Lewat jendela itulah, Mimin melihat, betapa di luar sana, anak-anak sebayanya asyik bermain. Sementara ia harus bekerja membanting tulang, bersama emaknya. Ia hanya bisa melihat dari balik jendela dengan tatapan mata berbinar.”
Kata jendela dalam kutipan di atas adalah ikon yang dapat ditemukan dalam cerpen Cerita Kedasih. Secara heuristik jendela mempunyai makna lubang yang dapat diberi tutup dan berfungsi sebagai tempat keluar masuk udara. Secara hermeneutik jendela mempunyai makna bahwa ia ingin keluar dari ruangan yang selama ini mengurungnya. Ia ingin bermain seperti anak-anak sebayanya. Ia ingin memiliki kehidupan yang menyenangkan, bukan bekerja keras membanting tulang seperti yang selama ini ia rasakan.
“Kedasih sering menjauhkan mainan milik anak Tuannya dari jangkauan Mimin. Kedasih memilih menghibur anaknya dengan dongeng. Kedasih sering bercerita tentang burung. Burung yang hidup bebas di alam raya.”
“Di luar sana burung kedasih berkicau berkali-kali. Hiii-tii-ti-ti, tir-ri-ri-ri, hiii-tii-ti-ti, tir-ri-ri-ri-ri. Suara burung itu seperti berkecamuk dalam hati Kedasih hingga larut malam. Kedasih memandang anaknya yang tak berdosa itu dengan penuh kasih sayang.”
“Macan itu sudah aku habisi. Demi anakku.” Batin kedasih. Dadanya berdegup kencang”
Kutipan di atas mengandung indeks yang dapat dipakai untuk memahami perwatakan tokoh. Secara heuristik Kedasih adalah seorang ibu yang suka mendongeng. Secara hermeneutik Kedasih suka bercerita/mendongeng karena ingin anaknya terhibur dengan cerita-ceritanya. Ia tidak bisa memberikan hiburan yang lain karena kondisinya yang terkurung dan tersiksa di rumah Tuannya. Kedasih amat menyayangi anaknya itu walaupun tidak diungkapkan secara tersurat. Bahkan, ia berani menghabisi nyawa Tuannya demi anaknya agar bisa terbebas dari penderitaan di rumah Tuannya.
“Di matanya terbayang, bagaimana ia menyelamatkan anaknya itu dari laki-laki pemabuk yang telah mebuatnya terpuruk. Laki-laki yang pernah memaksanya mencintai. Laki-laki yang memaksa membuahi spermanya. Dan kemudian laki-laki itu pergi, karena orangtuanya tak merestui. Kedasih pun juga memilih minggat untuk menyelamatkan anaknya. Dan membuang sial bagi keluarganya.

Tetapi apa daya, lepas dari buaya darat, terperangkap di kandang macan. Di kandang macan ini ia menjadi santapan Tuannya, bila Nyonya pergi, hampir saban malam.”
Kutipan di atas mengandung simbol. Secara heuristik kata buaya darat bermakna binatang melata berdarah dingin, bertubuh besar, berkulit keras yang hidup di darat. Secara hermeneutik buaya darat adalah laki-laki yang menggemari banyak perempuan. Kandang macan secara heuristik bermakna bangunan tempat tinggal macan/harimau. Secara hermeneutik kandang macan bermakna tempat yang berbahaya. Lebih jauh, kutipan di atas  dapat dimaknai penderitaan bertubi-tubi yang dialami tokoh Kedasih. Setelah ia pergi dari laki-laki pemabuk yang tak dicintainya, ia justru terperangkap di rumah Tuan yang berperangai buruk yaitu suka menyiksa dan melakukan pelecehan seksual kepada dirinya.
Dalam cerpen Cerita Kedasih, ikon, indeks, dan simbol hadir bersama dan sulit untuk dipisahkan. Ketiganya memiliki peran yang sangat penting untuk menggambarkan dan memperjelas cerita. Ikon mempunyai kekuatan ‘perayu’. Indeks dipakai untuk memahami perwatakan tokoh. Sedangkan simbol berfungsi untuk penalaran, pemikiran, dan pemerasaan. Adanya ikon, indeks, dan simbol membuat pembaca lebih menikmati isi dari cerpen Cerita Kedasih ini.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi V [Aplikasi]. (18 Mei 2018)
Diana, Ani. 2016. Kajian Semiotik pada Kumpulan Cerpen Sekuntum Mawar di Depan Pintu Karya M. Arman A.Z. Jurnal Pesona Volume 2 No. 1. http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona. (16 Mei 2018)
Giryadi, R. 2016. Cerita Kedasih.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar